,

Senin, Maret 31, 2008

Perkembangan pada masa Bani Abbasiyah

Nama Bani Abbasiyah diambil dari nama Abbas bin Abdul Muthalib, paman Rasulullah. Pada awalnya, keturunan Abbas tidak menghendaki jabatan Khalifah, bahkan mereka selalu membantu keturunan Ali bin Abi Thalib dalam setiap upaya mengambil kekuasaan dari tangan bani Ummayah. Akan tetapi, sejak pertengahan abad kedua, mereka berusaha turut merebut kekuasaan dari tangan bani Ummayah.

Sepeninggal Ibrahim bin Muhammad, dinobatkanlah Abu Abas(bergelar As Saffah yang artinya penumpah darah) menjadi khalifah pertama bani Abbasiyah dengan ibu kotanya yang pertama Kufah, namun kemudian dipindahkan ke Damaskus.

Di masa daulat bani Abbasiyah, pemerintah tidak terlalu banyak melakukan perluasan wilayah kekuassan Islam, bahkan hal yang terjadi adalah munculnya kerajaan-kerajaan kecil seperti bani Ummayyah II di Andalusia, bani Saljuk,bani Fatimiyah, dan lain-lain.

Sejarah mencatat, di masa bani Abbasiyah bayak terjadi kemajuan yang menakjubkan dalam hal ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Kemajuan ini tidak terjadi di masa bani Umayyah. Bagdad menjadi pusat ilmu pengetahuan dan kebudayaan pada waktu itu, kemudian menjalar ke kota Kufah dan Basrah di Mesopotamia, Isfahan dan Nisyafur di Persia, Bukhara dan Samarkand di Transoxiana, Kairo di Mesir, Tunis, Toledo dan Cordova di Andalusia. Kota kota tersebut menjadi pusat ilmu pengetahuan dan kebudayaan di dunia pada saat itu.

Beberapa contoh perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang terjadi di masa bani Abbasiyah antara lain sebagai berikut.

1. Menerjemahkan buku-buku dari bahasa asing (Yunani,Syiria Ibrani, Persia, India, Mesir , dan lain-lain) ke dalam bahasa Arab. Buku-buku yang diterjemahkan meliputi ilmu kedokteran, mantiq(logika), filsafat, aljabar, pesawat, ilmu ukur, ilmu alam, ilmu kimia, ilmu hewan, dan ilmu falak.

2. Pengetahuan keagamaan seperti fikih, usul fikih, hadis, mustalah hadis, tafsir, dan ilmu bahasa semakin berkembang karena di zaman Bani Umayyah usaha ini telah dirintis. Pada masa ini muncul ulama-ulama terkenal seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’I, Imam Hambali, Imam Bukhari, Imam Muslim, Hasan Al Basri, Abu Bakar Ar Razy, dan lain-lain.

3. Sejak upaya penerjemahan meluas, kaum muslim dapat mempelajari ilmu-ilmu ilmu-ilmu itu langsung dalam bahasa arab sehingga muncul sarjana-sarjana muslim yang turut memperluas peyelidikan ilmiah, memperbaiki atas kekeliruaan pemahaman kesalahan pada masa lampau, dan menciptakan pendapat-pendapat atau ide baru. Tokoh-tokohnya antara lain sebagai berikut :

1. Al Kindi (Abu Yusu Ya’kub bin Ishak Al Kindi)

2. Al Farabi (Abu Nashar Muhammad bin Muhammad bin ‘Uzlaq bin Twirkhan Al Farabi)

3. Ibnu Sina ( Abdullah bin Sina)

4. Al Ghazali ( Abu Hamid Muhammad Al Ghazali)

5. Ibnu Bajah ( Abu Bakar Muhammad bin Yahya)

6. Ibnu Rusyd ( Muhammad bin Ahmad bin Muhaamad bin Rusyd)

7. Ibnu Khaldun, Ibnu Haitum, Al Hazen, Ibnu Zuhr

4. Sejak Akhir abd ke-10, muncul sejumlah tokoh wanita dibidang ketatanegaraan dan politik seperti Khaizura, Ulayyah, Zubaidah, dan Bahrun. Di bidang kesusastraan dikenal Zubaidah dan Fasl. Di bidang Sejarah, muncul Shalikhah Shuhda. Di bidang kehakiman, muncul Zainab Umm Al Muwayid. D I bidang seni musik, Ullayyah dikenal dan sangat tersohor pada waktu itu.

5. Pada masa bani Abbasiyah, juga terjadi kemajuaan di bidang perdagangan dan melalui ketiga kota ini dilakukan usaha ekspor impor. Hasil idustri yang diekspor ialah permadani, sutra, hiasan, kain katun, satin, wool, sofa, perabot dapu atau rumah tangga, dan lain-lain.

6. Bidang pendidikan mendapat perhatian yang sangat besar. Sekitar 30.000 masjid di Bagdad berfungsi sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran pada tingkat dasar. Perkembangaan pendidikan pada masa bani abbasiyah dibagi 2 tahap. Tahap pertama (awal abad ke-7 M sampai dengan ke-10 M ) perkembangan secara alamiah disebut juga sebagai system pendidikan khas Arabia. Tahap kedua (abad ke 11) kegiatan pendidikan dan pengajaran diatur oleh pemerintah dan pada masa ini sudah dipengaruhi unsure non-Arab.

Kemajuan yang Dicapai Pada Masa Bani Abbasiyah

· Dalam bidang Kedokteran

Cuaca panas seperti di Irak, dan daerah islam lainnya sering meyebabkan penyakit mata, maka fokus kedokteran paling awal diarahkan untuk menangani penyakit itu. Dari tulisan Ibn Masawayh, kita mendapat sebuah risalah sistematik berbahasa Arab paling tua tentang optalmologi (gangguan pada mata). Minato rang Arab terhadap ilmu kedokteran diilhami oleh hadis nabi yang membagi pengetahuan ke dalam dua kelompok: teologi dan kedokteran. Dengan demikian, seorang dokter sekaligus merupakan seorang ahli metafisika, filosof, dan sufi. Dengan seluruh kemampuannya itu ia juga memperoleh gelar hakim (orang bijak). Kisah tentang Jibril ibn Bajhtisyu , dokter kalifah al-Rasyid, al-Ma’mun, juga keluarga Barmark, dan diriwayatkan telah mengumpulkan kekayaan sebanyak 88.800.000 dirham, memperlihatkan bahwa profesi dokter bisa menghasilkan banyak uang. Sebagai dokter pribadi al-Rasyid, Jibril menerima 100 ribu dirham dari khalifah yang mesti berbekam dua kali setahun, dan ia juga menerima jumlah yang sama karena jasanya memberikan obat penghancur makanan di usus. Keluarga Bakhtiarsyu melahirkan enam atau tujuh generasi dokter ternama hingga paruh pertama abad ke -11.Dalam hal penggunaan obat-obatan untuk penyembuhan, banyak kemajuan berarti yang dilakukan orang Arab pada masa itu.

Merekalah yang membangun apotek pertama, mendirikan sekolah farmasi pertama, dan menghasilkan buku daftar obat-obatan. Mereka telah menulis beberapa risalah tentang obat-obatan, dimulai dengan risalah karya Jabir ibn Hayyan, bapak kimia Arab, yang hidup sekitar 776. Pada masa awal pemerintah al-Mamun dan al- Mutashim, para ahli obat-obatan harus menjalani semacam ujian. Seperti halnya ahli obat-obatab, para dokter juga harus mengikuti tes.

Para penulis utama bidang kedokteran setelah babak penerjemahan besar itu adalah orang Persia yang menulis dalam bahsa Arab: Ali al-Thabari, al-Razi, Ali ibn al-Abbas al-Majusi, dan Ibn Sina. Gambar dua orang di antara mereka, Al-Razi dan Ibn Sina, menghiasi ruang besar Fakultas Kedokteran di Universitas Paris.

Al-Razi merupakan dokter muslim terbesar dan penulis paling produktif. Ketika mencari tempat baru untuk membangun rumah sakit besar di Baghdad, tempat ia kemudian menjabat sebagai kepala dokter, diriwayatkan bahwa ia kemudian menjabat sebagai kepala dokter, diriwayatkan bahwa ia menggantung sekerat daging di tempat-tempat yang berbeda untuk melihat tempat mana yang paling sedikit menyebabkan pembusukan. Ia juga dianggap sebagai penemu prinsip seton dalam operasi. Di antara monografnya, yang paling terkenal adalah risalah tentang bisul dan cacar air (al-judari wa al-hashbah), dan menjadi karya pertama dalam bidang tersebut, serta dipandang sebagai mahkota dalam literature kedokteraan Arab. Di dalamnya kita menemukan catatan klinis pertama tentang penyakit bisul.

Ibnu sina yang biasa disebut sebagi al-syaikh al-ra’is. “pemimpin”(orang terpelajar) dan “ pangeran”(para pejabat). Al Razi lebih menguasai kedokteran daripada Ibn Sina, namun Ibn Sina lebih menguasai filsafat daripada al-Razi. Dalam diri seorang dokter, filosof, dan penyair inilah ilmu pengetahuan arab mencapai titik puncaknya dan berinkarnasi.

· Perkembangan Filsafat Islam

Bagi orang Arab, filsafat merupakan pengetahuan tentang kebenaran dalam arti yang sebenarnya, sejauh hal itu bisa dipahami oleh pikiran manusia. Secara khusus, nuansa filsafat mereka berakar pada tradisi filsafat Yunani, yang dimodifikasi dengan pemikiran para penduduk di wilayah taklukan, serta pengaruh-pengaruh timur lainnya, yang disesuaikan dengan nilai-nilai islam, dan diungkapkan dalam bahasa Arab.

Filosof pertama, al-Kindi atau Abu Yusuf ibn Ishaq, ia memperoleh gelar “filosof bangsa Arab”, dan ia memang merupakan representasi pertama dan terakhir dari seorang murid Aristoteles di dunia Timur yang murni keturunan Arab. Sistem pemikirannya beraliran ekletisisme, namun Al-Kindi menggunakan pola Neo-Platonis untuk menggabungkan pemikiran plato dan aristoyeles, sertamenjadikan metematika neo-Pythagoren sebagai landasan ilmu.

Proyek harmonisasi antara filsafat Yunani dengan Islam, yang dimulai oleh al-Kindi, seorang ketirunan Arab, dilanjutkan oleh al-Farabi, seorang keturunan Suriah. Di samping sejumlah komentar terhadap Aristoteles dan filosof Yunani lainnya, al-Farabi juga menulis berbagai karya tentang psikologi,politik, dan metafisika. Salah satu karya trbaiknya adalah Risalah Fushush al-Hakim (Risalah Mutiara Hikmah) dan Risalah fi Ara Ahl al-Madinah al-Fadhilah (Risalah tentang Pendapat Penduduk Kota Ideal).

· Astronomi dan Matematika

Kajian ilmiah tentang perbintangan dalam islam mulai dilakukan seiring dengan masuknya pengaruh buku India , Siddhanta. Al-ma’mun melakukan salah satu perhitungan paling rumit tentang luas permukaan bumi. Tujuan perhitungan itu adalah untuk menentukan ukuran bumi, dan kelilingnya dengan asumsi bahwa bumi berbentuk bulat . Panjang lingkar bumi adalah 20.400 mil dan diameternya adalah 6500 mil.

Seorang ahli astronomi lainnya yang terkenal pada masa itu adalah Abu al-Abbas Ahmad al-Farghani dari Fargana Transoxiana. Karya utama al-Fafghani, al-Mudkhil ila ‘Ilm Haya’ah al-Aflak diterjemahkan ke bahasa latin oleh John dari Seville dan Gerard dari Cremona, dank e bahasa Ibrani.Dalam versi bahasa Arab, buku itu ditemukan dengan judul yang berbeda.

Abu Abdullah Muhammad ibn Jabir al-Battani, seorang penganut Sabiin dari Harran, dan seorang ahli astronomi bangsa Saba yang terbesar pada masanya, bahkan yang terbesar pada masa Islam, telah melakukan berbagai observasi dan kajian di Raqqah. Al-Battani adalah seseorang peneliti kawakan. Ia mengoreksi beberapa kesimpulan Ptolemius dalam karya-karyanya,dan memperbaiki perhitungan orbit bulan,juga beberapa planet. Ia membuktikan kemungkinan terjadinya gerhana matahari cincin, menentukan sudut ekliptik bumi dengan tingkat keakuratan yang lebih besar, dan mengemukakan berbagai teori orisinal tentang kemungkinan munculnya bulan baru.

Adapun dalam bidang astrologi, ilmu pendukung astronomi, Abu Ma’syar yang berasal dari Balkh di Khurasan dan tinggal di Baghdad, layak dikemukakan sebagai ahlinya yang paling terkenal. Ia merupakan seorang tokoh otoritatif yang sering dikutip pada Abad Pertengahan dan dengan sebutan Albumasar, ia dipandang sebagai nabi dalam ikonogapi. Empat karyanya telah diterjemahkan ke bahasa Latin pada abad ke-12 oleh John dari Sevvile dan Adelard dari Bath.Selain keyakinan fanatisnya akan pengaruh benda langit terhadap kelahiran, kejadian dalam hidup, dan kematian segala sesuatu, Abu Ma’syar juga memperkenalkan ke Eropa hokum pasang surut laut, yang ia jelaskan dalam kaitannya dengan timbul dan tenggelamnnya bulan.

Muhammad ibn Musa al-Khwarizmi adalah tokoh utama dalam kajian matematika Arab. Sebagai seorang pemikir Islam terbesar, ia telah memengaruhi pemikiran dalam bidang matematika yang hingga batas tertentu lebih besar daripada penulis Abad Pertengahan lainnya. Di samping menyusun table astronomi tertua al-Khwarizmi juga menulis karya tertua tentang aritmatika, yang hanya diketahui lewat terjemahannya, dan tentang aljabar.Salah satu karyannya adalah “Hisab al-Jahr wa al-Muqabalah.”

· Perkembangan dalam Bidang Kimia

Setelah ilmu kedokteran, astronomi, dan matematika, orang Arab memberikan kontribusi ilmiah terbesar dalam bidang Kimia. Dalam ilmu kimia, dan ilmu pengetahuan fisika lainnya, orang Arab telah memperkenalkan tradisi pemikiran spekulatif orang Yunani. Meskipun terkenal akurat dalam mengamati berbagai fenomena alam, dan giat menghimpun berbagai fakta, orang Arab tetap saja sulit memberikan hipotesis yang memadai. Menghasilkan kesimpulan-kesimpulan yang benr-benar ilmiah, dan menjelaskan system yang sudah baku merupakan titik kelemahan tradisi intelektual mereka.

Bapak kimia bangsa Arab adalah Jabir ibn Hayyan, ia merupakan tokoh terbesar dalam bidang ilmu kimia pada Abad Pertengahan. Sebuah legenda menyebutkan bahwa putra mahkota Dinasti Umayyah, Khalid ibn Yazid ibn Mu’awiyah dan imam Syiah ke-4, Jafar al-Shadiq dari Madinah, pernah menjadi gurunya.Ia telah mengakui dan menyatakan pentingnya eksperimen secara lebih seksama daripada ahli kimia sebelumnya, dan telah melangkah lebih maju baik dalam perumusan teori maupun dalam praktik kimia .Karya-karyanya seperti, Kitab al-Rahmah (Buku Cinta), Kitab al-Tajmi (Buku tentang Konsentrasi), al-Zi’baq al-Syarqi (Air Raksa Timur) telah diterbitkan. Jabir menggambarkan secara ilmiah dua operasi utama kimia: kalnikasi dan reduksi kimiawi. Ia memperbaiki berbagai metode penguapan, sublimasi, peleburan, dan kristalisasi. Secara umum, Jabir memodifikasi teori Aristotelian tentang unsur pembentuk logam yang tetap menjadi rujukan penting dengan beberapa perubahan kecil sampai awal era kimia modern pada abad ke-18.

Dalam bidang sejarah alam, tingkat kesuksesan bangsa Arab adalah dalam zoology, sementara muslim Spanyol memberikan kontribusi besar terhadap perkembangan ilmu botani, seperti yang akan kita bahas nanti. Pada dasarnya, para penulis Arab tentang hewan tak lain merupakan sastrawan yang karyannya berisi sekumpulan nama dan julukan binatang yang diberikan oleh orang Arab, kemudian diilustrasikan melalui kutipan-kutipan syair. Kajian tentang kuda merupakan pengecualian, karena bidang kajian itu telah dikembangkan sedimikian rupa, sehingga mencapai tingkat ilmu pengetahuan. Terdapat sejumlah monografi khusus tentang kuda, dengan menyebutkan secara terperinci jenis, bagian tubuh, warna, dan kualitasnya. Tokoh penting pertama dalam zoology dan antropologi adalah Abu Utsman Amr ibn Bahr al-Jahiz yang hidup di Basrah dan yang karyannya, Kitab al-Hayawan (Buku tentang Hewan), lebih bersifat teologis dan folklore, tidak bernuansa biologis. Karya ini, yang di dalamnya mengutip gagasan Aristoteles, memuat satu bahasa yang menjadi cikal bakal lahirnya teori evolusi, adaptasi dan psikologi hewan. Al-Jahiz tahu bagaimana memperoleh ammonia dari organ bagian dalam hewan melalui penyulingan.

Dalam ilmu tentang mineral, yang terkait erat dengan ilmu kimia, orang Arab tidak pernah menciptakan prestasi besar. Kesukaan mereka terhadap batu-batu berharga, dan ketertarikan mereka pada kehebatan berbagai mineral menjelaskan banyaknya batu-batu berharga, dan ketertarikan mereka pada kehebatan berbagai mineral menjelaskan banyaknya batbatu berharga, lebih dari 50 jenis, yang disebutkan oleh para penulis Arab. Dari berbagai karya itu, yang paling tua adalah karya Utharid ibn Muhammad al-Hasib (atau mungkin al-Katib), namun karya terbaik yang kita kenal adalah Azhar al-Afkar fi Jawahir al-Ahjar (Bunga rampai Pemikiran tentang Batu-batu Berharga) yang ditulis oleh Syihab al-Din al-Tifasyi.

· Kajian Geografi

Kewajiban melaksanakan ibadah haji, keharusan menghadapkan mihrab masjid kearah Mekkah, dan penentuan arah Ka’bah ketika salat telah memberikan nilai keagamaan kepada orang islam dalam mempelajari geografi. Astrologi, yang membutuhkan penetapan garis lintang dan bujur semua tempat di permukaan bumi, semakin menambah pengaruh ilmiahnya. Para pedagang islam antara abad ke-7 dan ke-9 telah berhasil mencapai daratan Cina di sebelah timur melalui jalan darat dan laut, mencapai daratan Cina di sebelah timur melalui jalan darat dan laut, mencapai kepulauan Zanzibar, dan pantai-pantai terjauh Afrika di sebelah selatan, menembus Rusia di sebelah Utara, dan tertahan di sebelah barat hanya oleh perairan menakutkan, “Lautan Gelap” (Atlantik).

Perkembangan geografi sehingga menjadi salah satu disiplin ilmu banyak dipengaruhi oleh khazanah Yunani dalam bidang ini. Buku Geography karya Ptolemius, yang menyebutkan berbagai tempat berikut garis bujur dan lintang buminya, diterjemahkan beberapa kali ke bahsa Arab lansung dari bahasa aslinya, atau dari terjemahannya dalam bahasa Suriah, terutama oleh Tsabit ibn Qurrah. Dengan meniru buku itu, Khwarizmi menyusun karyanya, Surah al-Ardh (Gambar/Peta Bumi), yang menjadi acuan bagi karya-karya berikutnya, dan berhasil menggariahkan kajian geografi dan penulisan risalah geografis yang orisinal.

Seorang ahli geografi dan arkeologi dari Yaman, al-hasan ibn Ahmad al-Hamdani, yang meninggal di penjara Shan’a dan yang dua karyannya, al-Iklil, dan Shifah Jazirah al-Arab, memberikan kontribusi berharga terhadap pengetahuan kita tentang keadaan Semenanjung Arab Islam, dan pra-Islam. Al-Mas’udi, Sang Penjelajah Dunia, yang hidup pada masa itu, akan kami kelompokkan ke dalam tokoh sejarah. Pada bagian tentang mineral dalam risalah-risalah mereka, kelompok Ikhwan al-Shafa, yang juga muncul pada periode itu, menguraikan teori tentang lingkar kosmik, tempat tanah yang subur, padang pasir menjadi laut, dan lautan menjadi padang pasir atau bukit.

Ahli geografi muslim terbesar dari Timur, Yaqut ibn Abdullah al-Hamawi, seorang penulis kamus geogafi, Mu’jam al-Buldan, yang sering dikutip di halaman-halaman muka, dan sama pentingnya dengan kamus professional, Mu’jam al Udaba. Mu’jam memuat nama berbagai tempat yang disusun secara alfabetis merupakan ensiklopedia yang sangat penting, yang selain memuat geografi yang ada pada sat itu, juga berisi informasi berharga tentang sejarah, etnografi, dan ilmu pengetahuan alam.

Geografi Islam yang bernuansa sastra tidak memberikan pengaruh langsung terhadap pemikiran Eropa Abad Pertengahan, karena karya-karya mereka tidak diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Beberapa aspek tertentu dari geografi astronomi, termasuk teori yang nyaris akurat tentang sebab air pasang, yang dirumuskan oleh Abu Ma’syar, dan teori tentang besar sudut bumi, masuk ke dunia Barat melalui terjemahan karya al-Farghani tentang astronomi. Demikian juga halnya, berbagai bagian ilmu geografi Yunani yang dirumuskan oleh Aristoteles dan Ptolemius telah diperkenalkan kembali ke dunia barat melalui orang Arab. Namun, kebanyakan kontribui para ahli geografi Arab tidak berhasil sampai ke dunia Eropa. Karya-karya mereka mencakup geografi tentang Timur jauh, Afrika Timur, dan Sudan, dan daerah padang pasir Rusia; kartografi yang lebih akurat, terutama dalam bentuk peta dunia; dan geografi provinsi, yang menetapkan suatu negeri sebagai satu unit, dan memperlihatkan hubungan antara kehidupan masyarakat dengan kondisi lingkungan. Minat terbesar orang Timur Latin terhadap buku-buku berbahasa Arab tertuju pada pembuatan kalender, table bintang dan horoskop, serta tafsir terhadap makna rahasia ayat-ayat kitab suci melalui komentar-komentar Aristoteles. Sekumpulan materi ilmiah ini, apakah tentang astronomi, astrologi, atau geografi, masuk ke Barat melalui Spanyol dan Sisilia. Kontribusi al-Bitruji dari Kordova, al-Zarqali dari Toledo dan al-Idrisi dari Palermo akan kita diskusikan dalam pembahasan tentang Spanyol dan Sisilia.

· Kajian Historiografi

Karya yang didasarkan atas tradisi keagamaan adalah Sirah Rasul Allah, sebuah biografi Nabi karya Muhammad ibn Ishaq dari Madinah. Ada pula buku biografi bermutu pertama yang memuat sketsa kehidupan Nabi, para sahabat, dan tabiin, hingga masa kehidupannya ditulis oleh Ibn Sa’d. Dua sejarawan utama yang menulis penaklukan-penaklukan Islam adalah Ibn ‘Abd al-Hakam dari Mesir, yang karyanya, Futuh Mishr wa Akhbaruha, menjadi dokumen tertua tentang penaklukan Mesir, Afrika Utara, dan Spanyol, serta al-Baladhuri dari Persia yang menulis dalam bahasa Arab. Karya utamanya berjudul Futuh al-Bulaan dan Anshab al-Asyraf (Buku Genealogi Para Bangsawan). Al-Baladhuri merupakan orang pertama yang merangkum berbagai cerita penaklukan berbagai kota dan negeri ke dalam satu compendium, dan mengakhiri monograf sebagai sumber sejarah.

Pada periode Abbasiyah, ilmu sejarah telah matang untuk melahirkan karya tentang sejarah formal yang didasarkan atas legenda, tradisi, biografi, geneologi dan narasi. ini ditulis dalam bahasa Persia, dan diwakili oleh karya berbahasa Pahlawi, Khudzay-namah (buku tentang para raja), yang diterjemahkan ke bahasa Arab oleh Ibn al-Muqaffa’ dengan judul Siyar Muluk al-Ajam. Konsep tentang sejarah dunia, tempat berlangsungnya peristiwa-peristiwa masa lalu, yang merupakan pengantar menuju sejarah Islam, dapat dilacak asalnya dalam tradisi Yahudi-Kristen. Namun, bentuk penyajiannya kemudian mengambil tradisi Islam.

Di kalangan bangsa Arab, Abu Hasan ‘Ali al-Mas’udi, yang dijuluki “Herodotus bangsa Arab”, telah memprakarsai metode tematis dalam penulisan sejarah. Beliau mengelompokkannya berdasarkan dinasti, raja, dan masyarakatnya, metode yang kemudian diikuti oleh sejarawan lainnya. Ia juga merupakan orang pertama yang menggunakan anekdot sejarah.

Penulisan sejarah Arab mencapai puncaknya pada masa al-Thabari dan al-Mas’udi, dan mengalami kemunduran drastis setelah Miskawayh. Seperti kebanyakan khasanah ilmu sejarah dan geografi lain yang ditulis dalam bahasa asing, karya-karya al-Thabari, al-Mas’udi, Ibn al-Atsir, dan para pengikutnya, tidak bisa dibaca oleh orang Timur Abad Pertengahan. Pada masa modern, sudah diterjemahkan dalam bahasa Eropa modern.

· Kajian Teologi

Ilmu pengetahuan paling penting yang muncul dari kecenderungan orang Arab sebagai orang Arab sekaligus orang muslim, yaitu teologi, hadis, fikih, filologi, dan linguistik. Perhatian dan minat orang Arab Islam pada masa paling awal tertuju pada cabang keilmuan yang lahir karena motif keagamaan.

Dalam kajian berikutnya, hadis (sunnah), yaitu perilaku, ucapan, dan persetujuan Nabi, yang kemudian menjadi sumber ajaran paling penting. Awalnya hanya diriwayatkan dari mulut ke mulut, hadis Nabi kemudian direkam dalam bentuk tulisan pada abad kedua Hijriah. Dengan kata lain, hadis didefinisikan sebagai catatan perilaku atau perkataan Nabi.

Abad ke-3 Hijriah menyaksikan penurunan enam kitab hadis yang sejak saat itu menjadi kitab hadis standar. Dari “enam kitab hadis” itu, yang paling pertama dan paling otoritatif adalah yang dihimpun oleh Muhammad ibn Ismail al-Bukhari. Beliau memilih 7937 dari 600.000 hadis yang ia peroleh dari 1.000 guru dalam rentang waktu 16 tahun perjalanan dan kerja kerasnya di Persia, Irak, Suriah, Hijaz, dan Mesir, yang ia kelompokkan berdasarkan tema, seperti salat, ibadah haji, dan perang suci. Kumpulan hadisnya dipandang memiliki nilai semisakral. Sumpah yang duicapkan di atas kitab Shahih Bukhari dipandang sah, sama halnya dengan sumpah yang diucapkan di atas Al-Quran.

Setelah kitab hadis al-Bukhari, posisi kedua ditempati oleh kitab hadis karya Muslim ibn al-Hajjaj, al-Shahih, kumpulan hadis asli. Hadis yang terdapat pada Shahih Muslim juga hampir sama dengan hadis dalam kitab al-Bukhari, meskipun dengan sanad yang berbeda. Juga muncul beberapa hadis lainnya, yaitu Sunan Abu Dawud, Jami’ al-Tirmidzi, Sunan Ibn Majah, dan Sunan al-Nasa’i.

Di samping menjelaskan dan menambahkan isi Al-quran, kitab-kitab hadis memuat ajaran dan teladan Nabi yang meliputi keseluruhan gerak dan perilakunya. Kemudian literatur hadis menjadi sarana untuk menyampaikan berbagai kata mutiara, anekdot, kisah moral dan mukjizat, semuanya dinisbatkan kepada Nabi, baik yang berasal dari sumber sekuler maupun keagamaan, termasuk dari Perjanjian Baru.

Salah satu ungkapan mutiara, yang diriwayatkan bahwa Muhammad pernah memuji “seseorang yang menafkahkan hartanya diam-diam, sehingga tangan kirinya tidak tahu apa yang dilakukan tangan kanannya.” Selain hadis, tidak ada yang bisa melukiskan dengan lebih baik daya serap Islam sebagai sebuah sistem terhadap gagasan-gagasan baru.

· Kajian Hukum dan Etika Islam

Setelah orang Romawi, orang Arab adalah satu-satunya bangsa pada Abad Pertengahan yang melahirkan ilmu yurisprudensi, dan darinya berkembang sebuah sistem yang independen. Sistem tersebut yang mereka sebut Fikih, pada prinsipnya didasarkan atas Alquran dan hadis, yang disebut ushul, dan dipengaruhi oleh sistem Yunani-Romawi. Fikih adalah ilmu perintah Allah sebagaimana tertuang dalam Alquran, dan diuraikan dalam hadis, yang diwariskan pada generasi berikutnya.

Yurisprudensi Islam, selain berprinsip pada Alquran dan Hadis, juga berpedoman pada analogi dan konsensus. Adapun tentang ra’y, yaitu penalaran rasional, meskipun sering dijadikan sandaran, hal tersebut hampir tidak pernah dipandang sebagai sumber hukum kelima.

Karena perbedaan kondisi sosial dan latar belakang budaya dan pemikiran setiap wilayah, pemikiran hukum Islam, pada gilirannya, berkembang dalam sejumlah mazhab pemikiran yang berbeda. Mazhab pemikiran Irak, misalnya, lebih menekankan pada penggunaan pemikiran spekulatif dalam hukum ketimbang mazhab Madinah, yang bersandar pada hadis. Antara mazhab Irak yang liberal, dan mazhab lain yang konservatif, muncul mazhab lain yang mengklaim telah membangun jalan tengah: menerima pemikiran spekulatif dengan catatan tertentu. Mazhab ini didirikan oleh Muhammad ibn Idris al-Syafi’i.

Mazhab keempat sekaligus yang terakhir adalah mazhab Hanbali, yang dianut oleh komunitas Islam, selain Syiah, yang mengambil nama pendirinya, Ahmad ibn Hanbal, pengusung ketaatan mutlak terhadap hadis. Konservatisme Ibn Hanbal merupakan benteng ortodoksi di Baghdad terhadap berbagai bentuk inovasi kalangan Muktazilah. Beliau tetap teguh tegar dalam menghadapi serangan cercaan, makian bahkan pelecehan dari kalangan yang menentang mazhabnya.

Sementara itu, aturan hukum yang didiskusikan di atas mengatur seorang muslim dalam berbagai aspek kehidupan keagamaan, politik, dan sosialnya. Semua perilaku manusia dikelompokkan ke dalam lima kategori hukum:

1. Perbuatan yang dipandang sebagai kewajiban mutlak (fardh), yang jika dilaksanakan akan mendapat pahala, dan jika dilanggar akan mendapat hukuman;

2. Perbuatan yang disarankan atau dipuji (mustahabb), yang jika dilaksanakan akan mendapat pahala, namun jika dilanggar tidak dikenai sanksi;

3. Perbuatan yang dibolehkan (mubah), yang secara hukum dibiarkan;

4. Perbuatan tercela (makruh), yang tidak dibenci namun tidak mendatangkan hukuman;

5. Perbuatan yang terlarang (haram), yang jika dilaksanakan akan mendapat sanksi.

Karya-karya etika yang didasarkan atas Alquran dan hadis, tidak mendominasi semua literatur berbahasa Arab tentang moral (Akhlaq). Setidaknya terdapat tiga jenis karya etika. Karya-karya semacam itu membahas tatanan moral yang paripurna, serta peningkatan kualitas semangat dan perilaku. Contohnya ialah, Al-Durrah al-Yatimah karya Ibn al-Muqaffa, sarat akan kata-kata bijak. Karya lainnya, diawali dengan karya Aristoteles, Nichomachean Ethnics, yang sarat akan filosofi-filosofi Yunani.

· Perkembangan Sastra dan Bidang Kesenian Lain

Dalam kaitannya dengan persoalan-persoalan kontroversial di negeri Arab, muncul beberapa tulisan orisinal paling awal tentang sastra Arab. Penulis karya sastra Arab adalah orang yang berasal dari berbagai etnis, serta merta diterapkan disiplin ilmu seperti filologi, linguistik, leksikografi, dan tata bahasa sekalipun telah melahirkan beberapa sarjana keturunan non-Arab. Al-Jawhari, yang kamusnya disusun secara alfabetis dari huruf terakhir tiap kata.

Sastra Arab dalam pengertian yang sempit, yakni adab, mulai dikembangkan oleh Al-Jahiz. Salah satu ciri khas penulisan prosa pada masa itu adalah kecenderungan respon atas pengaruh Persia, untuk menggunakan ungkapan-unkapan hiperbolik dan bersayap. Masa ini juga menyaksikan munculnya bentuk baru sastra, yaitu maqamah.

Badi al-Zaman al-Hamadzani dikenal sebagai pencipta maqamah, sejenis anekdot dramatis yang substansinya berusaha dikesampingkan oleh penulis untuk mengedepankan kemampuan puitis, pemahaman dan kefasihan bahasanya. Sebagai contoh, kisah-kisah bebahasa Spanyol dan Italia yang bernuansa realis atau kepahlawanan memperlihatkan kedekatan yang jelas dengan mahqamah Arab.

Tidak lama sebelum pertengahan abad ke-10, draf pertama dari sebuah karya yang kemudian dikenal dengan Alf Laylah wa Laylah (Seribu Satu Malam) disusun di Irak. Ini adalah karya Persia klasik, berisi beberapa kisah dari India. Karakteristiknya yang beragam telah mengilhami lahirnya ungkapan konyol para kritikus sastra modern yang memandang kisah “Seribu Satu Malam” sebagai kisah-kisah Persia yang dituturkan dengan cara Buddha oleh ratu Esther kepada Haroun Alraschid di Kairo selama abad ke-14 Masehi. Kisah ini menjadi begitu populer di kalangan masyarakat Barat, karena telah diterjemahkan dalam berbagai bahasa di belahan bumi Eropa serta pencetakan berulang-ulang. Selain prosa-prosa tersebut, juga terdapat beberapa puisi klasik, contohnya Abu Nawas yang mampu menyusun lagu terbaik tentang cinta dan arak.

Dengan kata lain dan mengambil secarik garis merah pada masa Dinasti Abbasiyah, dan penulisan sastra pada masa-masa lainnya, pada dasarnya bersifat subjektif dan teritorial, sarat dengan warna lokal, namun tidak mampu menembus batasan tempat dan waktu sehingga tidak memperoleh tempat di tengah-tengah generasi penyair dari setiap zaman dan tempat. (/ind)

0 komentar:

Pilih Bahasa

SELAMAT BERGABUNG


pengen dapet duit 10.000 sampai 100.000/ hari?100% gratis !!! klik di sini untuk bergabung !!! MUH.SUPRIYADIE





Image Hosted by ImageShack.us

KATA MUTIARA

KLIK AJA

TINGGALKAN JEJAK MOE

mau dapat barang elektronik gratis 100 % tanpa bayar sepeserpun...???Klik disini